Jenderal Sudirman adalah seorang Panglima Besar TNI. Lahir di Desa Bodaskarangjati, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Propinsi Jawa Tengah pada hari Seni Pon, tanggal 24 Januari 1916 dari Ayah Karsid Kartawiradji dan Ibu Siyem, menjadi anak angkat dari R. Tjokrosunaryo (Camat Rembang, Kabupaten Purbalingga). Beliau memiliki saudara bernama Moch. Samingan (Kepala LP. Cilacap). Setelah dewasa beliau memiliki seorang istri yang bernama Siti Alfiah dan dikaruniai 7 orang anak, yaitu Achmad Tidarwono, Didi Pratiastuti, Didi Suciati, Taufik Efendi, Didi Prijiati, Titi Wahyusetyaningsih, dan M. Teguh B.C. Beliau juga memiliki beberapa tanda jasa antara lain Bintang surya wisesa dari angkatan perang RIS pada tanggal 5 Oktober 1946, Bintang surya lencana perang kemerdekaan ke 1 & 2 pada tanggal 17 Agustus 1958, Bintang Gerilya pada tanggal 10 November 1958, Bintang sakti pada tanggal 12 Agustus 1959, Bintang RI tingkat 2 & 1 pada tanggal 17 Agustus 1960, Bintang Kartika Ekapaksi kelas 1 pada tanggal l0 November 1968, Bintang Yuda Darma pada tanggal 3 Desember 1971.
Pada tahun 1923-1935 beliau bersekolah di HIS Gubermen Purwokerto (tingkat SD), TAMAN SISWA, MULO WIWOROUTOMO (setingkat SLTP), Perguruan Parama Wiworo Tomo. Beliau juga pernah menjadi guru HIS Muhammadiyah Cilacap, Kepala HIS Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah, Kepala Sektor LBD (Luch Beshering Dienst), Anggota SYU SANGIKAI (DPR Kares, Banyumas).Tahun 1944 beliau mulai bergabung dengan PETA, menjadi perwira dan menghentikan pemberontakan anggota PETA lain. Namun pada tahun 1945 beliau di tahan Jepang di Bogor, akan tetapi beliau melarikan diri dan bertemu Presiden Soekarno setelah Proklamasi. Kemudian beliau kembali ke Kroya Banyumas mendirikan salah satu cabang Badan Keamanan Rakyat (BPR) dan mengurus penyerahan prajurit Jepang.
Setelah itu, pada tanggal 12 November 1945 beliau terpilih menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal, peletak dasar-dasar moral, mental serta kepemimpinan dan kepribadian TNI. Kemudian pada tanggal 25 Mei 1946 beliau diangkat sebagai Panglima Besar TNI dengan pamgkat Jenderal. Karena tanggung jawabnya sebagai Panglima Besar TNI yang sangat besar mengakibatkan Jenderal Sudirman jatuh sakit dan pada bulan November 1948 Jenderal Sudirman terinfeksi mengidap penyakit tuberculosis,yang mengakibatkan paru-paru sebelah kanannya harus dikempeskan dan dirawat di rumah sakit PANTI RAPIH.
Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda meluncurkan Agresi Militer II untuk menduduki ibu kota di Yogyakarta. Hal ini yang menyebabkan Jenderal Sudirman beserta prajuritnya melakukan perang gerilya. Perang Gerilya tersebut dipimpin oleh Jenderal Sudirman selama 7 bulan dari Bintaran Yogyakarta sampai Pacitan. Selama perang Jenderal Sudirman mendirikan markas sementara di Solo dekat Gunung Lawu. Karena kelelahan setelah perang gerilya, penyakit tuberculosisJenderal Sudirman kambuh lagi. Kemudian beliau memutuskan untuk pergi ke Magelang untuk tempat beristirahat sampai beliau menghembuskan napas terakhirnya dan tempat tersebut yang sekarang menjadi Museum Jenderal Sudirman.
Bangunan kokoh yang berdiri di atas tanah seluas ± 400 m² merupakan salah satu bukti sejarah yang berada di Kota Magelang. Bangunan tersebut dikenal dengan Museum Sudirman. Bangunan ini berada di Jl. Ade Suryani Nasution No. C7 Badaan Kota Magelang. Bangunan yang berdiri pada tahun 1930 ini dibangun oleh orang-orang Belanda dan pernah ditempati oleh Almarhum Jenderal Sudirman.
Setelah Jenderal Sudirman selesai melaksanakan tugas memimpin perang gerilya, beliau masih harus berjuang melawan penyakitnya yaitu tuberculosis. Karena paru-paru beliau yang hanya satu terinfeksi virus tuberkulosis maka Kota Magelang ditunjuk sebagai tempat untuk rujukan Jenderal Sudirman. Hal tersebut bertujuan untuk memulihkan kesehatan Jenderal Sudirman di tempat yang lebih aman dan tenang.
Awalnya bangunan ini merupakan tempat persinggahan tentara Belanda. Namun, karena Belanda sedang fokus terhadap penyerangan daerah Yogyakarta dan sekitarnya, bangunan ini mengalami kekosongan. Kemudian tentara Indonesia mengambilalih bangunan ini untuk tempat rujukan Jenderal Sudirman.
Saat Jenderal Sudirman tinggal di rumah tersebut, beliau dirawat oleh dr. Soepardjo Roestam. Dr. Soepardjo Roestam merawat Jenderal Sudirman dengan penuh kasih sayang dan perhatian hingga Jenderal Sudirman wafat yaitu pada tanggal 29 Januari 1950 saat beliau berusia 34 tahun.
Setelah beliau wafat, rumah ini dialihfungsikan menjadi museum oleh Soepardjo Roestam yang kemudian dinamakan Museum Sudirman. Museum ini terdiri dari 7 ruangan. Ruangan yang pertama yaitu ruang tamu. Di ruang tamu terdapat meja kursi yang dulunya dipakai oleh Jenderal Sudirman. Semua koleksi yang ada di ruang tamu hingga sekarang masih asli dan kokoh seperti meja dan kursi tamu.
Ruangan selanjutnya, yaitu ruang kedua, ruang kerja Jenderal Sudirman. Di dalamnya terdapat almari buku dan koleksi buku Jenderal Sudirman. Sekarang ruang tersebut digunakan untuk menerima tamu yang ingin berkunjung dan mengetahui dengan jelas tentang Museum Sudirman. Di sini terdapat koleksi foto Jenderal Sudirman saat pelantikan hingga memimpin perang gerilya.
Ruang ketiga yaitu ruang dokter. Ruang ini dahulu digunakan untuk ruang kerja dr. Soepardjo Roesman saat merawat Jenderal Sudirman. Di ruang ini terdapat replika tandu yang dahulunya merupakan alat bantu Jenderal Sudirman untuk memimpin perang gerilya. Tandu ini dibuat semirip mungkin dengan tandu asli yang sekarang disimpan di salahsatu museumyang terdapat di Yogyakarta.
Ruang keempat yaitu kamar tidur Jenderal Sudirman. Dulunya kamar tersebut digunakan oleh Sudirman untuk istirahat saat masih berada di Magelang. Di ruang tersebut terdapat ranjang tidur, kursi yang terbuat dari rotan dan almari pakaian, tetapi pakaiannya sudah dipindahkankesalahsatu museum yang berada di Yogyakarta.Ranjangtersebutmasihasli, hanya saja bantal danguling bukan yangaslinya.
Ruang kelima yaitu ruang dimana dahulu digunakan sebagai tempatberkumpul untuk keluarga Jenderal Sudirman. Ruang selanjutnya yaitu ruang makan yang merupakan ruang keenam. Disana terdapat mejakur simakan yang masihasli. Sekarang di ruang tersebut terdapat banyak koleksi foto dan lukisan saat perang penjajahan Belanda.
Ruang ketujuh yaitu ruang yang didalamnya terdapat sebuah papan atau meja yang digunakan untuk meletakkan jenazah Sudirman saat akan di mandikan. Ruang tersebut hanya terdapat sebuah meja yang panjangnya berkisar 2 meter.
Semua ruang tersebut merupakan bangunan utama. Selain bangunan utama tersebut, terdapat bangunan yang berada di belakang museum yang biasanya digunakan untuk kegiatan budaya seperti sarasehan, lomba lukis dan sebagainya.
Oleh : Adi Saputra
Ayu Dian
Wahyu Bimo S
Yulia Ayu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar